Tahun 90-an, sewaktu masih berkuliah, saya bisa mengingat sekurang-kurangnya 75 persen dari nomor telepon kawan-kawan kuliah dekat saya. Tanyakan saja kepada saya nomor si Jono, Sapril, Adam, Juni, Yogie, Abun, dan banyak lagi kawan saya. Dijamin Anda akan kagum dengan ingatan saya waktu itu hehe…
Kini, tanyakan kepada saya nomor
orang-orang dekat saya. Bahkan, coba tanya nomor istri saya. Saya pun akan
melongo. Lalu perlahan, sembari malu-malu, menengok ke ponsel pintar di tangan
untuk mengubek-ubek daftar nomor telepon. Ingatan yang saya bangga-banggakan
itu sekarang sudah begini menyedihkan.
Saya menceritakan hal ini karena
saya yakin, ini bukan hanya hal yang menimpa saya sendiri. Saya yakin, wajar pula
di antara kita ada yang menanyakan, akankah ponsel pintar suatu waktu nanti
menggantikan otak kita? Akankah terhubung setiap saat ke tempat penyimpanan
yang lebih pasti dari ingatan dan gudang pengetahuan terbesar dalam sejarah umat
manusia (internet) suatu hari menyebabkan kita tak bisa lagi berpikir?
![]() |
Aplikasi, aplikasi, dan aplikasi |
Saya rasa, tidak. Semoga tidak.
Berikut ini beberapa alasannya.
- Kita tetap akan dituntut berpikir
Mengingat dan berpikir adalah bagian dari pekerjaan manusia siapa pun dia, bekerja sebagai apa pun dirinya dan kita akan terus melakukannya hingga entah kapan, wallahu a’lam. Boleh saja kita memegang ponsel pintar, memiliki Google untuk ditanya-tanyai apa pun, namun kesemuanya itu tak akan pernah benar-benar mengetahui keseluruhan kondisi lapangan yang kita hadapi dalam pekerjaan kita.
Para wartawan akan terus memutar otak untuk mencari tema berita yang diminati banyak pembaca, sebagaimana desainer akan memutar otak mencari komposisi desain yang tepat, dan sebagaimana juga saya akan terus memutar otak mencari tema materi yang menarik. Semua pekerjaan tetap membutuhkan sang pekerja, sang pilotnya, untuk berpikir, seakan-akan mewanti-wantinya, you can stop thinking when you’re dead. - Teknologi adalah alat bantu
Sebelum ada ponsel pintar dan internet, ada komputer. Sebelum ada komputer, ada kalkulator dan catatan-catatan administratif manual. Intinya, manusia terus-menerus mengembangkan alat bantu untuk memudahkan kehidupannya, namun tak pernah ada satu pun dari antaranya yang benar-benar bisa menggantikan kapasitas manusia berpikir sebagai pengguna alat-alat tersebut.
Alkisah sebelum ponsel pintar, terdapatlah kalkulator
Malah, lihat saja, anak-anak kecil yang dilahirkan di era ponsel pintar itu (yang biasa dipanggil generasi Y) memiliki kecakapan mengoperasikan teknologi-teknologi termutakhir yang tak dimiliki oleh generasi pendahulunya. Apakah ini kalau bukan satu bentuk keunggulan berpikir? - Kita tetap butuh mengingat pengetahuan mendasar
Bagaimana dengan mengingat? Apakah kita masih butuh mengingat dengan adanya bantuan alat penyimpan informasi yang jauh lebih bisa diandalkan dari benak kita ini?
Tentu saja. Apakah Anda, bila bekerja di dapur, harus selalu membuka Google atau catatan di ponsel untuk mengetahui takaran dari garam untuk masakan yang setiap hari Anda buat? Apakah tiap harus pergi ke kantor baru Anda harus membuka Google Maps? Bukan hanya merepotkan, kedengarannya pun konyol dan tak masuk akal bukan? Ya, artinya jangan khawatir kapasitas berpikir atau mengingat kita digantikan ponsel pintar. Kita tetap dengan sendirinya akan mengingat hal-hal yang memang perlu kita ingat.
Kita tetap akan mengingat nama
lengkap dan jabatan kenalan-kenalan penting kita, hasil pekerjaan yang menjadi
selera bos kita, dan tentu saja yang paling penting tanggal ulang tahun
pasangan kita. Bisa bahaya kalau yang terakhir tidak kita ingat. Ya, kan?