Monday, December 16, 2013

Social Media Gagal Naikkan Penjualan Fashion?



Ada sebuah berita dari ritel-ritel besar luar negeri yang cukup mengagetkan. Brand-brand fashion ternama seperti Gap, Oscar de la Renta, dan Tory Burch, serta retailer fashion seperti Nordstrom, mulai menutup toko-tokonya di jejaring sosial dikarenakan media tersebut terbukti tidak meningkatkan penjualan mereka.

Lebih lanjut, sebuah studi yang melibatkan 250 brand fashion tersohor menemukan bahwa dalam empat tahun terakhir penjualan melalui Facebook hanya meningkat 0,25%. Sementara lewat Twitter, lebih rendah lagi, cuma meningkatkan penjualan sebesar 0,01%. Angka ini tidak setimpal dengan investasi yang mereka keluarkan untuk membuka toko di jejaring sosial tersebut, yang kemudian membuat banyak brand harus menghentikan operasinya di sana.

Sebelum memperoleh berita ini, memang, saya pribadi pernah mendengar keluhan dari kawan yang berjualan barang lewat social media. Saya memang sering mendorong orang-orang untuk berjualan secara online karena keuntungan yang bisa diperoleh darinya, ia langsung menyampaikan uneg-unegnya.

“Tapi kok saya merasa seperti ngomong sendiri saja ya, Mas? Berceloteh sendiri di Twitter tanpa ada yang menanggapi. Rasanya seperti menghabis-habiskan waktu,” ujarnya.
Namun ada kawan lain yang bernasib berbeda. Kawan saya ini, pemilik penerbitan kecil, malah berhasil menggelembungkan penjualan langsung secara luar biasa melalui media Facebook. Ia menge-tag ribuan kawannya di Facebook, dan terbukti ia bisa menerima puluhan order setiap harinya bahkan lebih-lebih biaya produksi dapat tertutupi dari penjualan online sendiri. 

Kendati demikian, kawan saya yang satu ini mungkin harus menjadi pengecualian tersendiri. Ia telah membangun jaringan pelanggannya dalam waktu yang tak sebentar sehingga orang-orang mudah percaya padanya dan begitu antusias tatkala ia mempromosikan barang baru lewat album foto di Facebook.

Untuk mereka yang baru merintis usaha dan belum memiliki jaringan, membuka usaha online melalui jalur socmed tampaknya justru akan memiliki banyak tantangan. Orang lebih banyak membukanya untuk bertanggap-tanggapan dengan kawan-kawannya atau memperoleh informasi dari akun-akun yang membagikan pengetahuan, tips, atau info menyenangkan.

Belum lagi algoritma yang dipasang oleh Facebook mendikte hanya posting yang paling banyak ditanggapilah yang akan terpajang di linimasa pengguna, sehingga posting dari Anda yang memang tidak bertujuan untuk mencari tanggapan atau like akan sulit terlihat oleh kawan Anda.

Tetapi apakah ini berarti Anda harus menyerah berbisnis online? Sama sekali tidak. Penjualan bisnis online dari tahun ke tahun terus meningkat, hanya saja, pertanyaannya, jalurnya lewat mana? Masih dari studi yang sama dengan yang kita singgung di atas, 9,82% pelanggan baru diperoleh melalui hasil dari mesin pencarian (Google dan Yahoo!) dan 6,84% melalui email. Artinya, berjualan barang di situs-situs e-commerce, yang memang menempati halaman terdepan mesin pencari akan jauh lebih efektif. Pengunjung, toh, memang mengunjungi situs e-commerce dengan pikiran ingin berbelanja bukannya bersosialisasi.
E-commerce diprediksi akan lebih efektif melonjakkan penjualan (Sumber: http://www.tokoon.com/Home/Beranda)

Meski begitu, sebaiknya Anda tidak meninggalkan akun jejaring sosial toko Anda. Bukan tidak mungkin Anda dapat membangun sebuah network yang amat membantu penjualan Anda, seperti kawan saya itu. Karena pada dasarnya jejaring sosial adalah media untuk bersosialisasi, bukan untuk berjualan. Ada baiknya Anda menghindari hard sell di social media dan kemudian menggunakannya untuk membangun brand image serta berinteraksi dengan komunitas yang relevan dengan produk Anda.

Cobalah. Semoga membantu!

No comments:

Post a Comment